MEMAKNAI ADAT RASULAN KALURAHAN PAMPANG, GUNUNGKIDUL (Seni & Budaya)

kalurahanpampang 01 Agustus 2022 11:21:07 WIB

 

DESA MANDIRI BUDAYA adalah:  “ Desa yang Mahardika, berdaulat, Berintegritas dan Innovatif.” Untuk itu Lurah di tuntut mampu Mensinergikan KEBERADAAN DESA WISATA, Desa Budaya, Desa Preneur dan Desa Prima, sesuai konteks Masing-masing Kalurahan.

Pilihan paling Rasional bagi Lurah selama menjabat adalah sebagai Pemangku Keistimewaan yaitu; “ Mewujudkan Desa mandiri budaya, Sesuai PERGUB Nomor: 93 Tahun 2020.

Hanya dengan begitu keistimewaan YOGYAKARTA bisa di Rasakan dampak dan manfaanya bagi Masyarakat. Sesuai Pergub DIY Nomor: 2 Tahun 2020, sebutan Kepala Desa berubah menjadi LURAH, Mereka ikut memiliki tanggung  jawab baru sebagai pemangku Keistimewann. Lebih dari pelaksana tugas Administratif kelembagaan dan pembangunan.

Tapi,   Lurah harus mampu menggerakkan dinamika Kebudayaan, Mengelola urusan Pertanahan, Tata ruang berdasarkan KEARIFAN LOKAL. Memang tidak mudah di kerjakan karea masih adanya Dualisme Peran, Nama dan jabatan telah ke Keistimewaan. Tugas Lurah dan perangkat masih sama, yaitu : Seputar penyelenggaraan ; PEMBANGUNAN, PEMBINAAN KEMSAYARAKATAN, PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA, mengacu UU Nomor 6 Tahun 2014.

 Agar kedaulatan budaya terus terjaga perlu dimajukan sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dilakukan pemeliharaan dan pengembangan budaya (Perda DIY Nomor 3 tahun 2017 tentang Pemeliharaan dan pengembangan Kebudayaan). Visi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2017 – 2022 yaitu “ Menyongsong Abad Samudera Hindia untuk kemuliaan martabat Manusia Jogja” kemuliaan martabat manusia Jogja menyandang lima misi (Panca Mulia), dimana misi ketiga berbunyi : terwujudnya peningkatan harmoni kehidupan bersama, baik lingkup Masyarakat maupun pada lingkup birokrasi atas dasar toleransi, tenggang rasa, kesantunan dan kebersamaan, hal ini sejalan dengan cita-cita luhur pendiri bangsa Indonesia yakni kemerdekaan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.

Kesehjahteraan hidup manusia hanya bisa diraih dengan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat, hal ini tercermin dalam filosofi yang sudah tertanam dalam kehidupan Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang tertuang dalam trilogi filosofi Keistimewaan Yogyakarta, yaitu Hamemayu Hayuning Bawana ( Mengupayakan Keselamatan, memelihara Kehidupan, dan menjaga dari kerusakan), sangkan Paraning Dumadi ( mengajarkan bahwa Tujuan Akhir dari kehidupan manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa.

Sejarah Budaya Jogjakarta tidak bisa lepas dari dua peristiwa sejarah penting. Pertama, Pada hari Kamis, 13 februari 1755 ( Kemis Kliwon, 12 Rabi’ul Akhir 1680 Tahun Jawa) terjadi peristiwa Perjanjian Giyanti, perjanjian ini isinya bahwa wilayah Mataram di bagi menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Perjanjian Giyanti sering di sebut Prajanjen Palihan Nagari. Kedua, Perjanjian Jatisari . Perjanjian Giyanti diikuti perjanjian Jatisari. Perjanjian Jatisari, Sabtu 15 februari 1755 ( Sabtu Pahing, 14 Rabi’ ul Akhir 1680 Tahun Jawa), Perjanjian Jatisari disebut perjanjian Kebudayaan. Di sepakati oleh Sri Susuhunan Pakubawana ke-III dan Pangeran Mangkubumi bahwa Budaya Mataram diboyong Ke Ngayogyakarta Hadiningrat, sedangkan Surakarta Hadiningrat akan mengembangkan budayanya sendiri. Unsur Budaya itu antara lain tata cara Berpakaian, adat istiadat, Bahasa, gamelan, tari-tarian, dan lain-lain (Nugroho, 2020).

Singkat Cerita pada tanggal 7 Oktober 1756 bertepatan hari kamis Pahing, 13 Sura 1682 Tahun Jawa Sri Sultan Hamengku Buwono I beserta Keluarga memasuki keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Peristiwa ini ditandai dengan Sengkalan Memet Dwi Naga Rasa Tunggal yang bernilai tahun, tahun 1682 Jawa atau 1786 M  maka setiap hari Kamis Pahing para ASN/PNS, Pegawai, Pamong dan warga sekolah mengenakan Pakaian Jawa adat Ngayogyakarta Hadiningrat. Yogyakarta memilki kebudayaan khas yang syarat dengan nilai-nilai luhur, hal tersebut telah dijadikan landasan filosofi oleh Sultan Hamengku Buwono I ketika Beliau membangun Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai Pemerintahan, Masyarakat dan wilayah yang mandiri. Nilai-nilai adiluhung seperti Hamemayu Hayuning Bawana, Mangasah Mingising Budi, Mamasuh Malaning Bumi, Golong Gilig, greget, Sengguh Ora Mingkuh telah  terwujud dalam kehidupan masyarakat maupun penataan ruang wilayah yang kini dikenal sebagai DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

Suatu kebangaan bahwa saat ini ( sejak 17 Maret 2017) Oleh UNESCO, Yogyakarta telah di tetapkan sebagai “ The City Of Philosophy” dan merupakan satu-satunya di Dunia. Itu tidak lepas adanya ide super genius dari sosok yang bernama Sri Sultan Hamengku Bawono I yang pada Tahun 1755 menciptakan sumbu filosofi, Kawasan sumbu filosofi saat ini telah di usulkan ke UNESCO menjadi warisan Budaya Dunia karena merupakan Landmark yang mempresentasikan mahakarya Sultan Hamengku Bawono I dalam merencanakan dan membangun ibukota Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada Abad 18.

Budaya Yogyakarta diawali dari pitutur luhur Sunan Kalijaga, yaitu “ Islame garapen Budayane Gawanen “ Budaya Pra Islam harus tetap dilestarikan seiring sejalan dengan ajaran Islam dan bukan di pertentangkan, kegiatan-kegiatan masyarakat seperti : Merti Dusun, Rasulan, Tahlilan, Nyadran, Padusan, Nyekar ke makam leluhur merupakan kegiatan Budaya. Budaya Jogjakarta berbeda dengan budaya Surakarta  sampai hari ini, contoh busana adat Surakarta namanya Beskap, sudah model jasnya Belanda yang di modifikasi dan tutup kepalanya tidak memakai “ Mondolan” sedangkan busana Adat Yogyakarta memakai  budaya lama yaitu peninggalan Sultan Agung Hanyakra Kusuma, baju ciptaan Sultan Agung tersebut di namakan “Surjan”. Diambil dari kata Siro-jan, siro artinya Engkau, Jan artinya pelita atau “Pepadang”. Jadi siapapun yang memakai baju Surjan harus bisa jadi pelita masyarakat sekitarnya, harus bisa menjadi suri tauladan bagi masyarakat sekitarnya. Pada Kesempatan Bersih Dusun Rabu Wage 27 JULI 2022, atau merti Dusun kali ini semua perangkat memakai baju surjan dalam memyambut kehadiran Bupati dan tamu manca Desa yang hadir. Harapanya semoga dalam tradisi merti Dusun Kedungdowo dan Desa Pampang ini para kaum Tani, Dagang dan berbagai pekerjaan sebagai matapencaharian akan mendapat berkah Gusti Yang Maha Kuasa atas Sodakoh Bumi yang diberikan pada siapaun yang datang dalam acara Tradisi Merti Dusun atau Rasulan ini, Jogjakarta selalu Istimewa, Gunungkidul Handayani. (@tuyakatta|Editor : titi maryuti|SIDes Juli 2022)

 

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

TERJEMAHAN

CEK KTP

Silahkan Masukan NIK anda, Untuk melakukan Cek E-KTP Anda